Alkisah mengatakan, laut dan udara di wilayah ini tak pernah menunjukkan gejala gangguan apa-apa menjelang pesawat atau kapal
tiba-tiba hilang di sini. Kesan inilah yang membuat opini bahwa
sampai-sampai pilot atau nakhoda tak pernah sempat lagi mengambil
langkah untuk menghindar. Dan, fenomena yang terjadi di sana memang
seolah terlalu dahsyat untuk dihindari. Kesan ini pun
seolah membenarkan laporan yang diumumkan jurubicara Lanud Schilling,
bahwa tak ada distress call menjelang musibah itu terjadi.
Menanggapi berbagai musibah yang telah terjadi sejak tahun 40-an, selanjutnya memang melahirkan berbagai teori
yang kadang terdengar ajaib. Karena gejala umum yang kerap dilaporkan
adalah kehilangan orientasi, sejumlah pihak menyebut; penyebabnya
mungkin abrasi atmosfer, gangguan magnetik dan gravitasi, gempa di dasar
laut, atau gelombang tidal. Lebih jauh, karena sebagian besar korban
tak bisa ditemukan di sekitar reruntukan, peristiwanya kemudian juga
dikait-kaitkan dengan upaya penculikan oleh sekelompok makhluk asing
(UFO) yang kabarnya sering mondar-mandir di sana.
Sebuah upaya
penelitian ilmiah bukannya belum pernah dicobakan di sini. Paling tidak
hal ini pernah dilakukan pemerintah AS dengan mengirim kapal tanpa awak
yang dikendalikan dengan remote-control. Namun demikian, kapal yang
dipenuhi bermacam-macam sensor penjejak dan pencatat ini, sayangnya, tak
pernah juga berhasil mencatat gejala-gejala yang mencurigakan. Inilah
yang membuat seluruh misteri di Segitiga Bermuda tak kunjung mendapat penjelasan yang memuaskan secara ilmiah. Hingga kini.
Dilain
pihak, kenyataan inilah yang uniknya kerap membuat para ilmuwan dunia
bertanya-tanya. Dunia telah merengkuh temuan dan pemahaman yang begitu
tinggi dalam bidang science dan wahana tanpa awak, akan tetapi mengapa
fenomena ‘di depan mata itu’ tak pernah juga bisa disibak? Tak kurang
dari Zadrach L. Dupe, pakar dari Departemen Geofisika dan Meteorologi
ITB, mengungkap ironi tersebut kepada Angkasa, akhir September lalu di
Jakarta. Itu sebabnya, ia mencurigai seperti juga yang diantisipasi
ilmuwan dunia lainnya ada satu atau beberapa negara adidaya yang berdiri
di belakang berbagai misteri tersebut. Perkiraan ini nampaknya tak
berlebihan, mengingat pada tahun 60-an, sebuah badan penyelidik Kanada
pernah memergoki pemerintah AS tengah mengupayakan sebuah proyek dengan
peralatan magnet besar yang beberapa tahun kemudian diakui sebagai
Project Magnet. Proyek seperti ini sangat mungkin berpengaruh karena
bisa mengakibatkan pesawat atau kapal celaka akibat disorientasi.
Akan
tetapi, dugaan seperti itu termasuk juga dugaan bahwa di bawah wilayah
‘keramat’ itu mengandung logam yang bisa menciptakan gangguan magnet
sekali lagi tak pernah menjawab pertanyaan yang sudah kepalang rumit.
Diantara yang paling misterius, diantaranya saja, mengapa dari hampir
semua wahana yang berhasil ditemukan reruntukannya, tak pernah ditemukan
korban (manusia). Mereka seolah hilang tanpa jejak. Pecinta kisah
misteri mungkin masih ingat dengan kasus hilangnya lima pembom TBM
Avenger AL AS yang raib di sana pada Desember 1945 tak berapa lama
setelah lepas landas dari pangkalannya di Fort Launderdale, Florida.
Pesawat-pesawat ini pada awal tahun 90-an akhirnya di temukan tersungkur
di lepas pantai, tak jauh dari pangkalannya. Namun anehnya tak satupun
reruntukannya menyisakan jejak para awaknya.
Jadi kalaupun
fenemona alam bertanggung-jawab dalam misteri di Segitiga Bermuda,
paling tidak ada faktor eksternal lain yang ikut bertanggung-jawab dalam
misteri penghilangan para awaknya. Dalam hal ini yang dimaksud, adalah
sebuah komunitas asing yang peduli benar terhadap kekhasan manusia. Nah
lho!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar